Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Kurikulum untuk sebuah lembaga pendidikan tertentu pada umumnya sudah ada, artinya telah di susun sebelumnya oleh para perencana kurikulum. Tugas tenaga pendidik hanya sebagai melaksanakan, membina dan dalam batasan tertentu mengembangkan kurikulum tersebut. Menurut A. Herry dkk. (2003 : 1.14) pengembangan kurikulum merupakan tahap lanjutan dari pembinaan kurikulum, yaitu upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai kurikulum potensial. Upaya ini dapat dilaksanakan apabila telah ada langkah penilaian dalam tahapan sebelumnya terhadap apa yang telah dilaksankan.dan pembinaan kurikulum yang sedapat mungkin diatasi, serta dicarikan upaya lain yang lebih baik sehingga di peroleh hasil yang optimal. Menurut A. Herry dkk. ( 2003 : 1.14) pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam suatu siklus dari beberapa komponen yang berdasarkan pada landasan pengembangan kurikulum.
Gambar : Siklus Kurikulum
Dari gambar di atas dapat diketahui peranan pengembangan kurikulum dalam sebuah kurikulum yang sangat penting, oleh sebab itu sangatlah penting mengetahui komponen dalam pengembangan sebuah kurikulum.
B. Komponen Kurikulum
Ralph W. Tyler (dalam A. Herry dkk. 2003 : 1.14) menyajikan empat langkah pengembangan dalam bentuk pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab, baik dalam mengembangkan suatu kurikulum maupun pembelajaran. Adapun pertanyaan tersebut adalah :
- What education purpose should the school seek to attain?
- What education experiences can be provided that are likely to attain these purpose?
- How can these education experiences be effectively organized?
- How can we determine wether these purpose are being attained?
Pertanyaan pertama hakikatnya merupakan arah dari suatu program atau tujuan kurikulum, pertanyaan kedua berkenaan dengan isi atau bahan ajar yang harus di berikan untuk mencapai tujuan, pertanyaan ketiga berkenaan dengan strategi pelaksanaan, dan pertanyaan keempat berkenaan dengan evaluasi atau penilaian pencapaian tujuan. Pertanyaan - pertanyaan tersebut menjadi komponen utama yang harus dipenuhi dalam pengembangan suatu kurikulum, komponen ini tidak berdiri sendiri akan tetapi saling mempengaruhi, berinteraksi dan membentuk suatu sistem . Kaber (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.15) menggambarkan interelasi komponen - komponen kurikulum tersebut dalam suatu siklus sebagai berikut :
S. Nasution (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.15) menggambarkan proses pengembangan kurikulum dimulai dari perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan ajar, proses belajar mengajar, dan alat penilaiannya. Proses tersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar : Proses pengembangan kurikulum
Menurut Nasution (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.15) dalam praktiknya semua unsur tersebut dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti. Untuk lebih memahami keempat kompotenen kurikulum tersebut berikut adalah uraian dari keempat kompenen tersebut.
Adapun ahli kurikulum yang memandang tujuan adalah suatu proses namun kebanyakan para ahli memandang tujuan adalah suatu hasil atau product. Menurut Gagne
dan Briggs (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.17) menyatakan bahwa
tujuan merupakan suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam waktu tidak lama
setelah suatu kegiatan pendidikan
berlangsung bukan merupakan apa yang dialami siswa selama proses pendidikan. Terlepas dari semua itu tujuan kurikulum harus disesuaikan dengan tujuan dan tuntutan kebutuhan masyarakat serta di dasari falsafah dan ideologi suatu negara.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa :” Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Sumber : http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf ). Tujuan umum tersebut dapat di capai dengan komponen tujuan di bawahnya yang berfungsi sebagai tujuan perantara. Tujuan tersebut membentuk suatu hirarki yang saling berkaitan dan mempengaruhi yang digambarkan sebagai berikut :
Gambar: Hirarki Tujuan Pendidikan
Pratt (dalam A. Herry dkk. 2003 : 1.19)
mengemukakan tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan
kurikulum adalah seperti berikut:
- Tujuan kurikulum harus menunjukan hasil belajar yang spesifik dan dapat diamati
- Tujuan harus konsisten dengan tujuan kurikulum, artinya, tujuan – tujuan khusus itu dapat mewujudkan dan sejalan dengan tujuan yang lebih umum.
- Tujuan harus ditulis dengan tepat, bahasanya jelas sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas bagi para pelaksana kurikulum
- Tujuan harus memperlihatkan kelayakan, artinya bahwa tujuan itu bukanlah suatu standar yang mutlak melainkan harus dapat disesuaikan dengan situasi
- Tujuan harus fungsional, artinya tujuan itu menunjukan nilai guna bagi para peserta didik dan masyarakat
- Tujuan harus signifikan dalam arti bahwa tujuan itu dipilih berdasarkan nilai yang diakui kepentingannya
- Tujuan harus tepat dan serasi, terutama harus dilihat dari kepentingan dan kemampuan peserta didik termasuk latar belakang, minat, dan tingkat perkembangannya
Gambar : Buku Pegangan Siswa
Komponen kedua setelah tujuan
adalah isi atau materi kurikulum. Saylor dan Alexander (dalam A. Herry dkk 2003
: 1.20) mengemukakan bahwa isi kurikulum itu meliputi fakta – fakta, observasi,
data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah, yang berasal dari pemikiran
manusia dan pengalaman yang diatur dan di organisasikan dalam bentuk gagasan,
konsep, generalisasi, prinsip – prinsip dan pemecahan masalah. Keterampilan ini
dibedakan menjadi dua katergori yaitu keterampilan fisik dan keterampilan
intelektual.
Sebenarnya sangat banyak
pengetahuan, keterampilan dan nilai yang perlu di berikan kepada siswa namun
tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai kurikulum oleh sebab itu perlu
diadakan pilihan – pilihan, maka hakikat dari kurikulum adalah matter of choices (Nasution, 1987).
Untuk menentukan isi dari sebuah kurikulum perlu di tentuan kriteria tertentu
untuk memilih mana bahan yang sangat esensial untuk bahan kurikulum.
Zais (dalam A. Herry dkk
2003: 1.21) menentukan empat kriteria dalam melakukan pemilihan isi / materi
kurikulum, yaitu sebagai berikut :
- Isi kurikulum memiliki tingkat kebermaknaan yang tinggi
- Isi kurikulum bernilai guna bagi kehidupan
- Isi kurikulum sesuai minat siswa
- Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan individu
- Isi kurikulum harus valid dan signifikan
- Isi kurikulum berpegang kepada kenyataan – kenyataan sosial
- Kedalam dan keluasan isi kurikulum harus seimbang
- Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap
- Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa
- Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa
- Urutan secara kronologis, yaitu menurut terjadinya suatu peristiwa
- Urutan secara logis yang dilakukan menurut logika
- Urutan bahan dari sederhana menuju yang lebih kompleks
- Urutan bahan dari yang mudah menuju yang lebih sulit
- Urutan bahan dari spesifik menuju yang lebih umum.
- Urutan bahan berdasarkan psikologi unsur, yaitu dari bagian – bagian kepada keseluruhan
- Urutan bahan berdasarkan psikologi gestalt, yaitu dari keseluruhan menuju bagian – bagian.
- Urutan kroologis ,yaitu untuk mengurutkan bahan ajar yang mengandung waktu,seperti peristiwa-peristiwa sejarah,penemuan-penemuan,dan sebagainya.
- Urutan kausal,yaitu urutan bahan ajar yang mengandung sebab-akibat.
- Urutan struktural,yaitu urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan strukturnya.
- Urutan logis dan pisikologis,yaitu urutan bahan ajar yang disusun dari yang sederhana kepada yang rumit/kompleks (logis) dan dari yang rumit/kompleks kepada yang sederhana (pisikologis).
- Urutan spiral,yaitu urutan bahan ajar yang dipusatkan pada topik-topik tertentu,kemudian diperluas dan diperdalam.
- Urutan rangkaian ke belakang,yaitu urutan bahan ajar yang dimulai dari langkah terakhir,kemudian ke belakang.
- Urutan berdasarkan hierarki belajar, yaitu urutan bahan yang menggambarkan urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa,berturut-turut sampai perilaku terakhir.
3. KOMPONEN STRATEGI PEMBELAJARAN
Gambar : Kegiatan Belajar Mengajar
Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum dalam rangka penyampaian tujuan yang telah dirumuskan. Sujana (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.23) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran pada hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien.
Tinggi rendahnya kadar aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh strategi atau pendekatan mengajar yang digunakan. Richard Anderson (dalam A. Herry dkk. 2003 : 1.23) mengajukan dua pendekatan yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru, dimana aktivitas guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa. Pendekatan kedua lebih berorientasi pada siswa yang merupakan kebalikan dari pendekatan pertama dimana aktivitas siswa lebih dominan dalam aktivitas pembelajaran. Sedangkan Massialas ( dalam A. Herry dkk. 2003 : 1.24) mengajukan dua pendekatan, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan inkuiri.
Sementara itu, Sudjana ( dalam A. Herry dkk 2003 : 1.24) mengemukakan model CBSA yaitu model delikan (dengar - lihat - kerjakan), model pemecahan masalah, model induktif, model deduktif, dan model deduktif induktif. Apabila ditelaah lebih jauh hakikat dan isi dari setiap strategi/pendekatan/model yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua kutub strategi yang ekstrem yaitu strategi berorientasi pada guru dan strategi yang berorientasi pada siswa.
4. KOMPONEN EVALUASI
Gambar : Kegiatan UN merupakan bagian dari evaluasi
Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan - tujuan yang telah ditentukan, serta menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan, termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil dari kegiatan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen kurikulum.
Ralph W. Tyler (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.25) mengemukakan bahwa proses evaluasi merupakan proses yang sangat esensial guna mengetahui apakah tujuan scara nyata telah terealisasikan. Sementara itu, Hilda Taba (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.25) berpendapat bahwa secara prinsipil yang menjadi fokus dari evaluasi ini adalah tingkatan di mana siswa mencapai tujuan.
Perkembangan selanjutnya dari konsep evaluasi ini menurut Hasan ( dalan A. Herry dkk 2003 : 1.25) berpegang pada satu konsep dasar yaitu ada pertimbangan, dengan pertimbangan ini dituntukan nilai dari sesuatu yang sedang di evaluasikan. Konsep evaluasi kurikulum dapat dipandang secara luas yaitu mencakup evaluasi terhadap seluruh komponen dan kegiatan pendidikan tetapi dapat pula dibatasi scara sempit yang hanya ditekankan pada hasil - hasil atau perilaku yang dicapai siswa.
Pada bagian lain Doll (dalam A. Herry dkk 2003 : 1.26) dua dimensi yang harus ada dalam evaluasi kurikulum yaitu dimensi kuantitas dan dimensi kualitas. Dimensi pertama berhubungan dengan berapa banyak program - program yang dievaluasi sedangkan dimensi kedua berhubungan dengan tujuan - tujuan apa yang disoroti dalam evaluasi dan bagaimana kualitas dari pencapaian tujuan - tujuan tersebut. Adapun variabelnya mencakup karakteristik siswa, apa yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dan metode mengajar, materi pelajaran, ukuran kelas, karakteristik siswa dan karakteristik guru.